Kamis, 06 Juni 2013

Mesra dengan Pasangan:
Ya Mandi Bersama, Ya
Ibadah Bersama!
Nabi juga dikenal
memanjakan wanita (istri-
istrinya), bahkan mandi
bersama satu bejana
TIDAK BANYAK yang
mengupas atau setidaknya
mengingatkan kita,
mengapa pernikahan
Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam dengan Sayyidah
Khadijah Radhiyallahu Anha
bertahan lama, mesra,
penuh kenangan dan
kebahagiaan. Bahkan,
karena begitu indahnya
pernikahan tersebut,
Rasulullah tak sanggup
melupakan kenangannya
bersama Khadijah meski
telah didampingi Aisyah
yang cantik jelita.
Hal tersebut menunjukkan
bahwa, kekuatan cinta
bukan terletak pada fisik atau
atribut keduniawian.
Kekuatan cinta itu hanya ada
di dalam hati, lebih-lebih
yang dilandasi iman dan
ketakwaan. Itulah yang
dimiliki Rasulullah dan
Khadijah. Jauh sebelum
menjadi Nabi, keluarga
bahagia ini sudah memiliki
tradisi saling percaya, saling
menghormati, dan saling
menjaga.
Saling memahami, juga
menjadi kunci kesuksesan
keluarga bahagia ini. Kita
bisa saksikan betapa
Khadijah tidak pernah
keberatan melihat suaminya
bolak-balik antara rumah
dan Gua Hira. Malah Khadijah
mendukung sepenuh hati,
melayani kebutuhan suami
bahkan tak pernah terlambat
memberikan bekal sebelum
meninggalkan rumah.
Tidak berhenti di situ. Tatkala
datang keraguan pada diri
Rasulullah, Khadijah
bersegera memotivasi
suaminya dengan ungkapan
yang indah, mesra, dan
penuh ketulusan, hingga
mampu membangkitkan
semangat Rasulullah untuk
terus yakin dengan usahanya
untuk menemukan solusi
bagi kehidupan umat
manusia.
Kesetiaan dan pelayanan
yang begitu istimewa itu,
menjadikan Rasulullah tak
enggan untuk bersikap
seperti anak manja di
hadapan istrinya. Pernah
suatu kali Rasulullah pulang
dengan perasaan bingung
dan takut, begitu sampai di
rumah dengan tubuh
bergetar beliau langsung
berkata, “Wahai istriku,
selimutilah aku, selimutilah
aku”. Wah, betapa indahnya
keluarga ini.
Dengan penuh kelembutan,
Sayyidah Khadijah pun
menyelimuti suaminya
seraya membisikkan kata-
kata indah yang
meneguhkan hatinya.
“Wahai suamiku, engkau
adalah orang yang lurus,
engkau orang yang suka
menyambung tali
persaudaraan, tidak
mungkin engkau didatangi
setan. Saya yakin, engkau
pasti seorang Nabi, utusan
Allah untuk umat akhir
zaman. Berbahagialah wahai
suamiku, aku akan selalu di
sampingmu, menemanimu
mengarungi perjuangan ini”.
Tulus Mencintai dan Saling
Memotivasi
Tulus mencintai dan saling
memotivasi ini sangat
penting bagi sebuah rumah
tangga. Tanpa itu, kekuatan
iman akan terganggu dan
ketajaman visi akan tumpul.
Setidaknya hal itulah yang
dapat kita saksikan pada
kisah rumah tangga Nabi
Ibrahim Alayhissalam
dengan Sayyidah Hajar.
Nabi Ibrahim benar-benar
melihat Hajar sebagai media
yang dapat meningkatkan
iman dan takwanya kepada
Allah. Untuk itu, Nabi Ibrahim
senantiasa mendidik istrinya
itu untuk iman dan takwa
kepada Allah. Karena hanya
dengan cara seperti itu,
anak-anak yang lahir nanti
akan mengikuti spirit dari
sang ibu.
Sayyidah Hajar pun
demikian. Ia menerima
setulus hati apa yang
disampaikan sang suami.
Mengikuti segala perintah
dan larangannya, termasuk
mematuhi segala hal yang
memberatkan hati. Tapi
karena iman telah dominan,
Hajar tetap tegar meski harus
menghadapi tantangan
kehidupan yang sangat
menantang dan
menggetarkan hati.
Hasilnya jelas. Kekuatan cinta
dan motivasi antara
keduanya, menjadikan
Ismail, putra semata
wayangnya tumbuh menjadi
anak yang sholeh, sabar dan
membahagiakan. Jadi, kunci
kebahagiaan rumah tangga,
ada pada kekuatan hati yang
selalu tulus mencintai dan
ikhlas memotivasi.
Cerdas Bergaul dengan
Pasangan
Kemesraan, mungkin juga
romantisme adalah bagian
tak terpisahkan dari
kehidupan manusia. Maka
dari itu Islam juga mengatur
masalah ini, tentu dengan
bahasa yang perlu dimaknai
sesuai dengan frekuensi
cinta sepasang suami istri
sendiri, yang sangat
menentukan kualitas
interaksi atau pergaulan
dalam keluarga.
Menurut Imam Ghazali
dalam kitab monumentalnya
Ihya Ulumuddin disebutkan
bahwa seorang suami harus
memperlakukan istrinya
dengan baik (penuh
kelembutan, kemesraan,
kecintaan dan ketulusan
kasih sayang) dan bijaksana.
Selain itu, seorang suami
juga harus memiliki strategi
yang baik dalam mengatur,
mengajar, membagi dan
membimbing istri yang
mungkin masih perlu
pembinaan lebih.
Sementara itu, seorang istri
wajib taat (siap melayani
suami seikhlas hati dengan
rasa penuh antusiasme
dalam segala kondisi)
kepada suaminya. Mengasihi
suami dengan penuh kasih
sayang, memelihara
hartanya, dan bersikap
ramah terhadap kerabat
suaminya.
Artinya, semua ini adalah
bukti betapa Islam sangat
memperhatikan aspek dasar
manusia yang sangat
berkebutuhan terhadap
kemesraan dengan
pasangan. Istri wajib taat
kepada suami, dan suami
wajib memperlakukan
istrinya bak ratu dunia yang
tiada duanya.
Nabi Shalallahu ‘alaihi wa
sallam dari satu bejana
bersama istri-
istrinya.Rasulullah juga
mengajarkan kita untuk
memperlakukan istri dengan
istimewa. Hal itu ditunjukan
ketika Nabi ketika beliau
tidak sungkan mandi dari
sisa air istrinya.
Dari Ibnu Abbas, “Bahwa
Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
pernah mandi dari air sisa
Maimunah." (HR Muslim).
Nabi juga dikenal
memanjakan wanita (istri-
istrinya). Dari Anas, dia
berkata: “Kemudian kami
pergi menuju Madinah (dari
Khaibar). Aku lihat Nabi
Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
menyediakan tempat duduk
yang empuk dari kain di
belakang beliau untuk
Shafiyyah. Kemudian beliau
duduk di samping untanya
sambil menegakkan lutut
beliau dan Shafiyyah
meletakkan kakinya di atas
lutut beliau sehingga dia bisa
menaiki unta tersebut.” (HR
Bukhari)
Sepiring berdua, gurauan
dan ciuman Rasulullah
membiasakan mencium istri
ketika hendak bepergian
atau baru pulang.
Dari ‘Aisyah radhiallahu
anhu, "bahwa Nabi SAW
biasa mencium istrinya
setelah wudhu’, kemudian
beliau shalat dan tidak
mengulangi
wudhu’nya.” (HR
‘Abdurrazaq)
Dari Imam Al-Bukhari
meriwayatkan: ُﻞِﺴَﺘْﻏَﺃ ُﺖْﻨُﻛ ْﺖَﻻَﻗ َﺔَﺸِﺋﺎَﻋ ْﻦَﻋ ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﻪَّﻠﻟﺍ
ﻰَّﻠَﺻ ُّﻲِﺒَّﻨﻟﺍَﻭ
ﺎَﻧَﺃ ُﻒِﻠَﺘْﺨَﺗ ٍﺪِﺣﺍَﻭ ٍﺀﺎَﻧِﺇ ْﻦِﻣ َﻢَّﻠَﺳَﻭ ِﻪﻴِﻓ
ﺎَﻨﻳِﺪْﻳَﺃ Artinya: Daripada Aisyah
Ra berkata; “Aku sentiasa
mandi bersama dengan Nabi
daripada satu bekas. tangan
kami sama-sama berselisih
(ketika menggunakan air
dalam bekas itu).” (Sahih Al-
Bukhari : hadis no : 253).
Tidak saja dianjurkan mandi
bersama, tetapi selalu
bersama-sama membaca al-
Qur’an, tahajjud bersama,
puasa bersama, buka dan
sahur bersama dan
sebagainya. Tidakkah kita
sangat mendambakan hal
ini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar